Minggu, 13 Maret 2016

Meditasi Hening, Perjalanan Menuju Alam Suwung

Oleh : Billy Soemawisastra

Bila dalam meditasi itu Anda sudah tidak merasakan lagi kegelisahan, kekhawatiran, sakit hati, iri dan dengki, dan batin hanya dipenuhi dengan rasa terima kasih dan kepasrahan total kepada Tuhan, berarti Anda sudah sampai di dekat alam hening. Bila kondisi ini dapat Anda pelihara secara konstan, hanya dalam beberapa detik lagi Anda bisa sampai di alam hening, atau alam suwung.

Banyak orang yang mengklaim dirinya sebagai penemu Meditasi Hening. Tetapi sepanjang pengetahuan saya, Meditasi Hening ini pertama kali diperkenalkan oleh guru saya: Bapak Suratno Dharmo Harintha, pada sekitar tahun 1980-an. Meditasi Hening adalah suatu meditasi yang menggunakan metode dekonsentrasi. Dalam arti, Anda tidak perlu memusatkan pikiran ke suatu titik atau obyek tertentu ketika bermeditasi. Hanya saja, pikiran Anda tidak boleh dibiarkan menerawang atau mengembara ke berbagai tempat dan waktu, tetapi harus dialihkan secara bersangsur-angsur ke tempat dan waktu Anda bermeditasi.

Meditasi Hening, memang bukan satu-satunya meditasi yang menggunakan metode dekonsentrasi. Meditasi Reiki, Zen, Yoga, juga merupakan meditasi dekonsentrasi. Tetapi tidaklah berlebihan kiranya, jika dikatakan bahwa Meditasi Hening yang diperkenalkan laki-laki asal Wonogiri ini, merupakan meditasi yang paling sederhana tata-caranya. Anda tidak perlu duduk bersila dengan melipat kedua kaki Anda ketika bermeditasi. Anda juga tidak perlu menyilangkan tangan di dada dengan posisi tubuh yang tegak dan punggung lurus. Anda cukup duduk di kursi dengan posisi sesantai mungkin.
Mengapa disebut Meditasi Hening? Karena “terminal terakhir” dari perjalanan meditasi yang diajarkan Pak Harintha, Sang Guru, adalah Alam Hening. Bila Anda bermeditasi bersama Pak Harintha, dalam posisi duduk di kursi atau sofa, pertama kali beliau akan meminta Anda melepaskan segala beban pikiran, dan tidak membiarkan pikiran melanglangbuana. Seluruh pikiran harus dihadirkan di tempat mana sang pelaku meditasi berada. Tetapi tak perlu berkonsentrasi pada satu titik tertentu. Seluruh pendengaran harus tetap dibuka, sambil memelihara sikap waspada.

Bila Anda sudah terlihat bersikap relaks, Sang Guru akan meminta Anda untuk menutup mata perlahan. Otot-otot yang tegang di seluruh bagian tubuh secara berangsur harus dikendorkan. Nafas tidak perlu diatur, biarkan berjalan secara natural. Lalu imajinasikan diri Anda sedang mengalirkan segala beban pikiran atau stres dari kepala menuju dada. Simpan sejenak, lalu alirkan lagi secara perlahan menuju ujung kaki, seolah sedang membuang semua energi negatif melalui telapak kaki.

Sekali lagi, jangan biarkan pikiran Anda melalangbuana. Bila merasa kesulitan mengendalikan pikiran, resapi dan dengarkan saja nafas Anda yang keluar masuk tubuh Anda, sampai pada tahap nafas itu terasa semakin halus dan tidak terdengar lagi desahnya. Lalu rasakan dan dengarkan degup jantung Anda, hingga mencapai tahap Anda tidak lagi mendengar detak jantung.

“Loosss,” kata Sang Guru. “Jangan berpikir tentang masa lalu dan jangan pikirkan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Pikiran Anda hanya berada pada detik ini. Sadari detik demi detik. Batin dan pikiran hanya diisi dengan rasa terima kasih, rasa syukur kepada Tuhan yang telah memberikan berbagai kenikmatan, seraya berserah diri secara total kepadaNya. Maturnuwun, Gusti. Sumonggo Kerso. Terima kasih, Tuhan. Apapun yang Kau berikan padaku, kuterima dengan ikhlas seikhlas-ikhlasnya.”

Jika Anda telah berada dalam kondisi penuh rasa terima kasih dan berserah diri secara total kepada Sang Pencipta, serta tidak terdengar lagi alunan nafas dan detak jantung, berarti Anda telah sampai di gelombang alpha. Pak Harintha yang telah sangat terlatih bermeditasi itu bisa mendeteksi, apakah muridnya sudah sampai pada gelombang alpha, atau masih di gelombang beta, atau justru meluncur ke gelombang  delta (gelombang tidur). Tetapi para peserta setidaknya bisa menandai sendiri, sudah sampaikah dia ke alpha atau belum?

Bila dalam meditasi itu Anda sudah tidak merasakan lagi kegelisahan, kekhawatiran, sakit hati, iri dan dengki, dan batin hanya dipenuhi dengan rasa terima kasih dan kepasrahan total kepada Tuhan, berarti Anda sudah sampai di gelombang alpha. Bila kondisi ini dapat Anda pelihara secara konstan, hanya dalam beberapa detik lagi Anda bisa sampai di alam hening, atau alam suwung.
Sulit menggambarkan seperti apa itu alam suwung atau alam hening, karena kondisi alamnya tak berbentuk, tak berwarna, tak berupa. Hanya saja bisa ditandai dengan rasa sejuk yang luar biasa mengaliri seluruh tubuh. Rasa sejuk itu sendiri berasal dari dalam tubuh. Dan, pada saat itu, si pelaku meditasi benar-benar berada dalam kondisi “tidak mempunyai keinginan apapun”.

Biasanya hanya beberapa detik saja si pelaku berada di alam suwung. Sang Guru akan meminta peserta untuk menandai kondisi tersebut, dan membuka mata secara perlahan. Kembali pada kondisi pra-meditasi. Tetapi keheningan yang sudah berhasil diraih dalam meditasi, harus terus dipelihara.

Tidak semua peserta meditasi berhasil dengan cepat berpijak di alam suwung, ataupun sampai ke gelombang alpha. Ada yang berbulan-bulan bahkan tak sampai-sampai ke alpha. Tetapi ada juga yang dengan segera menemukan hening. Tahap-tahap keberhasilan meditasi ini sangat bergantung pada pribadi setiap orang. Kuncinya, sekali lagi, adalah kepasrahan total kepada Sang Pencipta, dan rasa syukur yang tak pernah henti, atas sekecil apapun karunia (baik berupa anugrah maupun musibah) yang diberikan Tuhan.

Itu sebabnya, dalam persiapan menjelang meditasi, terlebih dulu Pak Harintha akan memberikan conditioning, dengan bercerita tentang nikmat-nikmat Tuhan yang diberikan kepada manusia. Tentang perlunya mengendalikan berbagai keinginan, dan mengeliminasi rasa iri dan dengki. Mengusir segala kekhawatiran dan membangkitkan optimisme.

Meditasi dalam Keseharian.
Yang ingin dicapai Meditasi Hening-nya Pak Harintha, bukan meditasinya itu sendiri. Meditasi hanyalah alat untuk melatih pengendalian diri. Bila Sang Guru menilai Anda sudah trampil bermeditasi dengan mata tertutup, pada hari-hari berikutnya beliau akan mengajak Anda bermeditasi dengan mata terbuka. Bermeditasi sambil berbincang-bincang mengenai makna kehidupan, dan tentang berbagai tugas yang kita emban sebagai manusia di atas bumi.

Tahap-tahap yang berhasil dicapai dan dirasakan dalam praktek meditasi, baik dalam kondisi mata tertutup maupun terbuka, sebaiknya dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika dalam keseharian kita dilanda kegelisahan, usir segera kegelisahan itu dan menggantinya dengan kepasrahan. Tetapi bukan pasrah tanpa usaha. Melainkan pasrah dalam arti berserah diri kepadaNya. Pasrah pada apapun (bencana maupun keberuntungan) yang sedang kita alami detik demi detik, sambil berusaha dan berdo’a meminta kekuatanNya.

Jika dalam keseharian kita bisa menghilangkan rasa iri dan dengki ataupun kekhawatiran dan rasa sakit hati, maka perjalanan hidup pun bisa dinikmati dengan tenang. Apalagi bila kita mampu mengendalikan berbagai keinginan alias nafsu yang mengganggu.

Ajaran Meditasi Hening-nya Pak Harintha, nyaris tidak ada bedanya dengan ajaran Tasawuf dalam Islam ataupun ajaran Teosofi di kalangan Kristiani. Pun, sejalan dengan ajaran Buddhisme. Dan, seperti meditasi pada umumnya, Meditasi Hening merupakan ritual lintas-agama. Beberapa anggota Lions Club Jakarta, yang kebetulan beragama Islam dan pernah dilatih meditasi oleh Pak Harintha, sempat mengaku, sholat mereka menjadi semakin khusyu setelah berlatih Meditasi Hening.

Source : http://jagatalit.com/2008/07/25/sd-harintha-pencetus-meditasi-hening/

SYAIR TANPA WATON

SYAIR TANPA WATON
( Gus dur )

Astagfirullah robbal baraya…
Astagfirulloh minal khaataaya…
Robbi zidni ‘ilman naafii’a…
Wa waffikni ‘amalan shaliha…

Yaa Rosulalloh salammun’alaik…
Yaa Rofi’asaa niwad daaroji…
‘At Fatayaji rotall ‘aalami…
Yaa Uhailaljuu diwaal karomi…(2x)

Ngawiti ingsun nglaras syi’iran
Kelawan muji maring Pangeran
Kang paring rohmat lan kenikmatan
Rina wengine tanpa petungan (2x)

Aku mulai, merapalkan syair
…dengan memuji, kepada tuhan
yang telah memberikan rahmat dan kenikmatan
…siang dan malam, tanpa hitungan (2x)

Duh bala kanca priya wanita
Ojo mung ngaji syare’at bloko
Gur pinter ndongeng nulis lan maca
Tembe mburine bakal sangsara (2x)

Wahai teman-teman; pria, wanita
jangan hanya mengkaji syariat saja
hanya bisa mendongeng, menulis, dan membaca
pada akhirnya, akan sengsara (2x)

Akeh kang apal Qur’an haditse
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe dak digatekke
Yen isih kotor ati akale (2x)

Banyak yang hafal qur’an-hadits nya
suka mengkafirkan kepada lainnya
kafirnya diri sendiri tidak diperhatikan
kalau masih kotor hati dan akalnya (2x)

Gampang kabujuk nafsu angkara
Ing pepaese gebyare ndunya
Iri lan meri sugihe tangga
Mula atine peteng lan nistha 2x

Mudah terbujuk nafsu angkara
dalam perhiasan gebyarnya dunia
iri dan dengki atas kekayaan tetangga
karena itulah hatinya gelap dan nista (2x)

Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandelake iman tauhide
Baguse sangu mulya matine (2x)

Mari saudara, jangan lupakan
kewajiban mengkaji di semua runtutannya
untuk menebalkan iman tauhidnya
bagusnya pesangon, mulya matinya (2x)

Kang aran soleh bagus atine
Kerono mapan sari ngelmune
Laku thariqat lan ma’rifate
Ugo haqeqat manjing rasane (2x)

Yang disebut shaleh, bagus hatinya
karena telah mapan, ilmu sirri-nya (ilmu rahasia ketuhanan)
lelaku tarekat dan ma’rifatnya
juga hakekat telah merasuk rasanya (2x)

Alquran qadim wahyu minulya
Tanpa tinulis bisa diwaca
Iku wejangan guru waskita
Den tancepake ing jero dada (2x)

Al-qur’an qadim, wahyu yang mulia
tanpa ditulis bisa dibaca
itu wejangan guru yang waskita (ma’rifat)
ditancapkan di dalam dada (2x)

Kumanthil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mu’jizat rasul dadi pedoman
Minangka dalan manjinge iman (2x)

Menempel, hati dan pikiran
merasuk di badan, semua jeroan (badan bagian dalam)
mukjizat rasul menjadi pedoman
menjadi jalan masuknya iman (2x)

Kelawan Allah kang Maha Suci
Kudu rangkulan rina lan wengi
Ditirakati diriyadhahi
Dzikir lan suluk jo nganti lali (2x)

Kepada Allah yang maha suci
harus berangkulan siang dan malam
ditirakati, diriyadhahi (bersusah-payah)
dzikir dan suluk (jalan menuju tuhan) jangan sampai terlupa (2x)

Uripe ayem rumangsa aman
Dununge rasa tanda yen iman
Sabar narima najan pas pasan
Kabeh tinakdir saking pengeran 2x

Hidupnya tenang, merasa aman
adanya rasa (aman), tanda kalau beriman
sabar, menerima, walaupun pas-pasan
semua itu ditakdirkan oleh tuhan (2x)

Kelawan kanca dulur lan tangga
Sing padha rukun aja daksiya
Iku sunahe Rasul Kang Mulya
Nabi Muhamad panutan kita (2x)

Kepada teman saudaa dan tetangga
Jaga kerukunan jangan menyakiti
Itu sunahnya Rasul yang mulia
Nabi Muhamad panutan kita (2x)

Ayo nglakoni sakabehane
Allah kang ngangkat drajate
Senajan ashor tata dhahire
Ananging mulya maqam drajade (2x)

Mari laksanakan, semuanya
Allah yang akan mengangkat derajatnya
meskipun terlihat rendah tata lahirnya
tapi (sebenarnya) mulia kedudukan derajatnya (2x)<p> </p>
Lamun palastra ing pungkasane
Ora kesasar roh lan sukmane
Den gadang Allah swarga manggone
Utuh mayite uga ulese (2x)

Apabila meninggal, nanti diakhirnya
tidak kesasar roh dan sukmanya
di gadhang (sukai-angkat) oleh Allah, surgalah tempatnya
tetap utuh mayitnya, juga kafannya (2x)

Serat Sastra Gendhing (karya Sultan Agung)

Atas permintaan salah seorang teman, berikut kami tayangkan ulang tentang
Serat Sastra Gendhing karya Sultan Agung.

Sultan Agung Hadi Prabu Hanyakrakusuma, lahir tahun 1593 di Kuthagede,Kesultanan Mataram (Kotagede, Yogyakarta) - wafat tahun 1645 dan dimakamkan di Astana Girisapta, Imogiri, Bantul. Adalah Sultan ke-tiga Mataram (cucuPanembahan Senopati) yang memerintah pada tahun 1613-1645 dengan Keraton pusatpemerintahan berada di kota Kerta, Mataram (Plered, Bantul). Bergelar SultanAgung Hadi Prabu Hanyakrakusuma Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Kalifatullah Sayidin Panatagama, juga memiliki sebutan dari penguasa Mekkah yaitu beliau bergelar : Sultan Abdullah Muhammad Maulana Al Matarami. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembangmenjadi kerajaan terbesar di Nusantara pada saat itu.


Selain memadukan Kalender Hijriah Islam dengan Tahun Saka untuk mempersatukanpulau Jawa pada waktu itu, Sultan Agung juga menciptakan karya sastra spiritualyaitu Serat Sastra Gendhing.


Serat Sastra Gending secara keseluruhan terdiri dari :

1. Pupuh Sinom, 14 bait

2. Pupus Asmaradana, 11 bait

3. pupuh Dandanggula, 17 bait

4. Pupuh Durma, 20 bait.

SERAT SASTRA GENDING


Karya : Sultan Agung Hanyokro Kusumo

I. S I N O M

1.

Yeku tan sanepanya

Wimbaning sasmita murti

Kang rineggang gita

Amemalat driya

Perumpamaan tentang

Lahirnya pertanda makna

Yang terangkai dalam lagu

Yang mengalun syahdu.


2.

Yeku wirayatura

Jeng Sultan Agung Matawin

Kang mufakat sinaksennan

Dening para sarjanadi

Kang tuhu anetepi

Ing reh plambanging ngayun.

Yaitu ajaran

Sang Sultan Agung di Mataram

Yang telah disepakati

Oleh para sarjana besar

Yang benar-benar memahami

Isyarat perlambang kematian.


3.

Kadereng amengeti

Wirayat dalem Sang Prabu

Oleh keinginan mengabadikan

Ajaran Sang Raja


6.

Yekti tan ingaken darah

Ten tan wignya tembang kawi

Jer kamot sandining sastra

Titiga logating tulis

Kang dingin basa kawi

Tata-trapsilaning wuwus

Kang tumprap niti-praja

Kasusilan trusing ngelmi.

Tidak akan diakui famili

Bila tidak menguasai tembang kawi

Karena pada nya termuat rahasia sastra

Dan ilmu ketrampilan tulis

Yang diutamakan dalam bahasa kawi

Tata krama seni berbicara

Yang berlaku bagi para bangsawan

Adab keutamaan orang berilmu.


8.

Pring tri sandining sasmita

Karep lepasing samadi

Ngesti tablehing panunggal

Nglinang sukma sarira-nir

Purna wus anglir jati

Marma sagung trah-Mataram

Den putus olah raras

Sasmita sandining kawi

Yekti angger satria

Ngolah sastra.

Ketika rahasia tanda-tanda

Puncak pencapaian samadi

Meraih keutamaan kesatuan

Melebur sukma menghilangkan-diri

Memasuki hakikat kesejatian

Maka segenap trah-Mataram

Hendaknya sempurna mengolah-rasa

Rahasia dalam sastra

Karena setiap satria sejati

Adalah ahli-sastra.


11.

Kalengkanireng swarendah

Arancak pinetu ngesti

Ngesti rajaseng wirama

Tuduh pamadyaning dasih

Mring Hyang kang sugih.

Terangkai dalam keindahan suara

Tertata rapi dan berirama

Irama yang memiliki tujuan

Memberi petunjuk umat manusia

Mengenai Tuhan yang maha kaya.


12.

…. Pramila gending yen bubrah

Gugur sembahe mring Widdhi

Batal wisesaning salat

Tanpa gawe ulah gending

Dene ngaran ulah gending

Tukireng swara linuhung

Amuji asmaning Dat

Swara saking osik wadi

Osik mulya wataring cipta surasa.

….Maka gending apabila rusak

Rusak pula peribadahan kepada Tuhan

Batal kehidmatan shalat

Tanpa guna melakukan gending

Adapun tembang gending itu

Melalui irama yang agung

Memuji ASMA DZAT

Irama dari kedalam rahasia

Rasa rahasia mengendap dalam sukma.


13.

Surasane ngesti kayat

Kayat ingkang baka kadim.

Makna mengayuh kehiduban

Hidup yang hakiki-abadi.


14.

Jer wajib udering gesang

Ngawruhi titining ilmi

Kewajiban manusia hidup

Mengetahui hakekat ilmu


II. ASMARADANA

1.

Gang brangta mangusweng gending

Kang satengah perebutan

Kang ahli gending padudon

Lawan ingkang ahli sastra

Arebut kaluhuran

Iku wong tuna ing ngilmi

Tan ana gelem kasoran.

Hasrat memainkan gending

Seperti sebuah pertarungan

Para ahli gending bertengkar

Dengan ahli sastra

Saling mengunggulkan diri

Itu pertanda mereka masih bodoh

Merasa takut ternistakan.


2.

Sejatinya wong ngagesang

Apa ingkang binasan

Iku kang kinarya luhur

………….

Yekti kekandangan kibir

Rebut luhuring kagunan

Dadi luput sakarone.

Sesungguhnya manusia hidup itu

Apa yang dilakukan

Itulah yang akan memuliakan derajadnya.

……….

Selalu berlagak sombong

Pamer kemulian dan keahlian

Malah kehilangan dua-duanya.


3.

Kang ngani gending luhurnya

Pinet saking hakekat

Ingakal witing tumuwuh

Ananing Hyang saking akal

Takokna kang wus ngualam

Dahulu sebenarnya keluhuran gendhing

Tumbuh dari pemahaman hakikat

Wujudnya tumbuh seperti biji

Wujud yang melahirkan keilahian

Tanyakanlah orang yang berilmu.


4.

Wite osikireng ngilmi

Gending ngakal ingkang marna

…………

Uga nrus swara kang lihung

Lafai Allah kang toyibah.

Pangkal tumbuhnya pengetahuan

Berkembang menjadi gending-wujud

………….

Juga melahirkan nada yang agung

Lafal ALLAH yang mulia / TOYYIBAH.


5.

Mangreh nrus swareng dumadi

Myang nyamlenging wirama

Tuduh ing katunggalane

De sastra ingaran andap

Reh kawengku ing akal

Lan kawayang warnanipun

Sastra kan gumlar ing papan

Melingkupi & menembus suara alam

Kedalam nikmatnya irama

Menunjuk kepada ke-Esa-an-Nya.

Adapun sastra disebut rendah

Karena ditopang gending

Dan tergambar wujudnya

Sastra yang terhampar di kenyataan.


6.

Pada lahir pan wus kari

Gamelan tan dadi banda

Kamot ing praja karyane.

Dene wong kang ahli sastra

Ingaran luhur sastrane

Layak yen mangsi lan kertas

Pantes yen luhur ngakal

Nging sastra suraosipun

Luhur sajatining sastra.

Dalam penampakan hanya tinggal

Gamelan yang tidak lagi berharga

Tercakup dalam kekayaannya.

Orang yang ahli sastra

Disebut luhur sastranya

Hingga sepantasnya tinta dan kertas

Pantas bila unggul gending

Karena makna sastra adalah

Keluhuran pada hakekat sejatinya.


7.

…………………….

Sastra praboting negara

Lumaku saben dina

Myang nigas pradata kukum

Sanadyan ta kanti ngakal

Sastra sebagai perangkat negara

Yang berlaku setiap hari

Bahkan menghukum para terpidana

Meskipun harus tetap dengan akal


8.

Dudu ngakal trusing gending

Ngakal lungiting susatra

Ngakal ing gending jatine

Babaring jatining sastra

Kawitane aksara

Sawiji, ALIF kang tuduh

Mengku gaibul uwiyah.

Bukan pemahaman akal tentang gending

Tetapi pemahaman rahasia sastra

Mengerti pemahaman gending sejati

Penjelasan tentang hakikat sastra

Tentang asal mula aksara

Hanya satu, yaitu ALIF yang menjadi petunjuk

Memuat seluruh substansi kegaiban (GHAIBUL 'UWIYAH)


9.

Dzat mutlak dipun wastani

Myang la-takyun ingaranan

Durung kahan salire

Maksih wang wung kewala

Iku jatining santra

Ananing gending satuhu

Dupi ALIF wus kanyatan.

Dzat Maha Mutlak yang disebut

Dengan sering disebut LA-TA'AYUN

Ketika belum ada apapun

Masih kosong semata

Itulah hakikat ilmu satra

Dan keberadaan gending sebenarnya

Merupakan perwujudan dari sang ALIF.


Hubungan antara :

Dzat – Sifat

11.

Dzat lan sifat upami

Sayekti dingin datira

Dupi wus ana sipate

Mulajamah aranira

Awal lan akhirira

Kang sipat tansah kawengku

Marang Dzat kajatinira.

Dzat dan sifat selalu

Lebih dulu dzatnya

Ketika sudah ada sifat

Yang disebut MULAYAMAH

Yang awal dan yang akhir

Sifat selalu termuat

Dalam hakikat Dzat Sejati.


Hubungan antara :

Rasa – Pangrasa

Cipta – Ripta

Yang disembah – Yang menyembah

11.

Rasa pangrasa upami

Yekti dingin rasanira

Pangrasa kari anane

Kang cipta – kalawan ripta

Sayekti dingin cipta

Kang ripta pan gendingipun

Kang nembah lan kang disembah.

Hati dan pikiran ibaratnya

Lebih unggul rasa / hati pasti

Dari keberadaan pikiran

Sedang kreasi – dan perangkaian

Tentu lebih utama kreasi

Darn perangkaian dibandingkan tembangnya

Seperti yang menyembah dan yang disembah.


Hubungan antara :

Kodrat – Iradat

13.

Yekti dihin kang pinuji

Kahanane kang anembah

Saking kodrating Hyang Manon

Apan kinarya lantaran sejatining panembah

Wisesaning Dzat mrih ayu

Amuji ing dewekira

Tentu lebih dulu yang disembah

Dari pada yang menyembah

Dari hakikat Hyang Agung

Berguna bagi sarana menyju hakikat penyembahan

Kekuasaan Dzat untuk kebaikan

Memuja kepadanya.


14.

Upamine wong nggarbini

Lare sajroning wetengan

Yen durung prapting lahire

Maksih gaib sadaya.

Ibarat orang mengandung

Bayi yang ada dalam kandungan

Senyampang belum lahir

Masih belum diketahui halnya.


III. DANDANGGULA

1.

…………

Dupi lair sing gaib

Kanyatan ananipun

Kapya sangkep ran

akyan-sabit

Jali estri wus nyata

Pareng gending-barung

Kang lailaha ilallah

Suwara trus kawentar jati

Ning Alip

…………..

Ketika kegaibannya terungkap

Perwujudan realitas

Hakikat dinamakan A'YANU TZABITH

Yang pria dan wanita telah terbukti

Berpadu dalam kesatuan nada

Berupa LAA ILAHA ILALLAH

Irama terus mengalun kesejatian

Di dalam Sang ALIF.


2.

Gendingira mobah lawan nangis

Dupi ageng akalnya binabar

Kewajiban sakalira

Penggawe kang mrih hayu

Rahayune pratameng urip

Urip prapteng antakateka

Tekaping aluhur

Kaluhuraning kasidan

Tan lyan saking sarengat

Pratameng bumi

Tumimbang gumlaring jagad.

Gendingnya mengalun dalam tangis

Oleh kehebatan makna yang terhampar.

Perbuatan yang membawa keselamatan

Keselamatan dan keutamaan hidup

Hidup hingga akhir tujuaan perjalanan hidup

Dalam segala keluhuran

Yaitu menggapai kemulian kematian

Tidak lain adalah syariat

Kesempurnaan dunia

Yang seharga dunia seisinya.


3.

…………

Janma ingkang ngluhurken gending

Pangestining jro tekad

Cangkring tuwuh blendung

Tegese anak lan bapa

Dihin anak bapa ginawe ing siwi

Lamun ta nyimpang dadine.

………….

Manusia yang menghormati gending

Keinginan dalam hatinya

Ibarat cangkring tumbuh jadi blendung

Yaitu antara anak dan bapak

Meskipun anak dididik oleh bapak

Bisa juga menjadi berbeda.


4.

Tuhu gumlaring jagad

Sayektine tan dumadi

Sebab kadim kaduhinan anyar

Kasungsang nyingpang dadine

Sungguh terhamparnya semesta

Tentu dunia tidak akan terbentuk

Bila yang fana mendahului yang qadim/abadi

Logika yang terjungkir-balik.


5.

De sastra ALIF jatine

Kadya gigiring punglu

Tanpa pucuk, tan ngarsa wuri

Tan gatra tan satmata

Tan arah nggon dunung

Nora akhir nora awal

Mratandi kinen muji

Kang akarya.

Adapun sastra sejatinya adalah ALIF

Seperti wujud bulatan

Tanpa ujung tanpa pangkal

Tanpa bentuk tanpa penampakan

Tanpa tempat dalam ruangan

Tanpa akhir dan bermula.

Menjadi isyarat untuk memuja

Kepada Sang Pencipta.


7.

…………

Lamun maksih kaubang langit

Kasangga ing bantala

Mijil saking babu

Dadi saking ibu bapa

Yekti tetep luhur sajatining Alip

Lawan jatining ngakal.

………….

Selama masih berpayung langit

Berpijak dipunggung bumi

Meski lahir dari searang babu

Siapa pun bapak ibunya

Hakikat ALIF-nya tetap mulia

Semulia hakekat wujudnya.


Hubungan antara :

Yang Kadim – yang baru

Sastra – Gending

Dzat – Sifat

Yang disembah – Yang menyembah

Rasa Pangrasa

8.

Umpamane jalu lawan istri

Jen saresmi jroning rokhmat pada

Pranyata iku tandane

Tuhu suhuning kawruh

Ing pamoring anyar lan kadim

Dat lawan sipatira

Sastra – Gendingipun

Kang Rasa lawan Pangarasa

Estri Pria pamornya kapurba wening

Atetep tinetep.

Seperti suami-istri

Bila bersetubuh dalam rahmat kebenaran

Merupakan perumpamaan

Bagi pengetahuan sejati

Meleburnya yang fana dan baka

Antara Dzat dan Sifat

Antara sastra dan gending

Antara hati dan pikiran

Rahasia Pria-wanita yang terangkum

Menyatu dalam kesatuan.


Hubungan antara :

Yang bercermin (Subjek) – Bayangannya

9.

Mulajanmah loroning ngatunggil

Tunggal rasa rasa kawisesan

Nging lamun dadi tuduhe

Wajib ing prianipun

Kadya ngakal pinurbeng alip

Lir warno jro paesan

Iku pamenipun’kang ngilo jatining sastra

Kang wayangan gending

Sasirnaning cermin

Manjing jatining sastra.

Mulayamah kesatuan dua hal

Menjadi satu dan menjadi kiasan

Substansi kejantanan

Pemikiran yang bermula dari ALIF

Bagai sosok dalam cermin

Itulah perumpamaan

Yang bercermin ibarat sastra

Dan bayangan itu adalah gending

Selesai bercermin

Bayangan kembali pada sastra.


Hubungan antara :

Suara – Gema

Lautan – Ikannya

10.

Lir kumandang lan swara upami

Kumandanging barat gending ngakal

Sastra upama swarane

Gending kumandang barung

Wangsul marang swara umanjing

Lir mina jro samodra

Mina gendingipun, sastra upama amandaya

Mina yekti anaya saking jaladri

Myang kauripanira.

Seperti gema dan suara

Gema itu perumpamaan gending

Suara ibarat sastra

Setelah gema gending berlalu

Ia kembali kepada sastra

Seperti ikan di lautan

Ikan adalah gending, dan sastra kehidupannya

Ikan selalu kembali ke air

Yang menjadi kehidupannya.


Hubungan antara :

Pradangga – Gending

11.

Pejahing mina owor jaladri

Jro samodra pasti isi mina

Tan kena pisah karone

Malih ngibaratipun

Lir niyaga nabuh kang gending

Niyaga sastranira

Gending-gendingipun

Barang reh purbeng niyaga

Kasebuting niyaga dening kang gending

Panjang yen cinarita.

Ikan hidup mati di lautan

Di dalam laut pasti berisi ikan

Keduanya tidak pernah terpisahkan

Seperti perumpamaan

Seperti alat musik dengan pemainnya

Pemain adalah sastra

Alat musik menjadi gendingnya

Setelah memainkan musik

Baru bisa dipilah pemain dan alat

Panjang bila harus dijelaskan.


IV. PANGKUR

1.

Sukur yen wus samya rujuk

Mufakat ing ngakatah

Syukur bila sudah dimengerti

Disepakati oleh khalayak luas.


5.

Awale hyang manikmaya

Gaib datan kena winarneng tulis

Tan arah nggon tanpa dunung

Tan pasti akhir awal

Anrambahi manuksmeng rasa pandulu

Tajem lir mandaya retna

Awening trus tanpa tepi.

Asal mula Hyang Gaib

Yang gaib dan tak tergambarkan

Tanpa tempat tinggal dan tak berruang

Tanpa dapat ditentukan awal akhirnya

Menyatu memenuhi rasa penglihatan

Tenang seperti kemilau permata

Keheningan yang tanpa tepi.


8.

Sepuh minangka taruna

Kang taruna minangka anyepuhi

Kacihna samaring kawruh.

Yang tua berperan sebagai pemuda

Yang muda yang dituakan

Ditandai dengan simbol pengetahuan.


Hubungan antara :

Papan tulis – Tulisannya

Yang disembah – Yang menyembah

9.

Dewa watak hawa sanga

Wus kanyatan gumlaring bumi langit

Iku kawruhana sagung

Endi kang luhur andap

Umpamane papan lawan tulisipun

Kanyatan ingkang anembah

Kalawan ingkang pinuji.

Dewa dan sembilan hawa-nafsu

Fenomena terhamparnya bumi dan langit

Itu harus menjadi pengetahuan

Tentang yang tinggi dan yang rendah

Seperti papan tulis dengan tulisan

Bagaikan hamba yang menyembah

Dengan Tuhan yang disembah.


Hubungan antara :

Manikmaya – Batara Guru

10.

Papan moting kawisesan

Manikmaya purbaning papan wening

Tulise mangsi Hyang Guru

Sastra upama papan

Gending ngakal upama mangsi wus dawuh

Yen dihina mangsinira

Ngendi nggone tibeng tulis.

Papan tempat kekuasaan

Manikmaya menjadi papan azali

Batara Guru menjadi tulisannya

Sastra adalah papan

Kata yang tertulis ibarat gending

Bila harus lebih dulu tulisan

Dimana ia akan diguratkan.


Hubungan antara :

Dalang – Wayang

11.

Sayekti dihin kang papan

Kasebuting papan saka ing tulis

Lan malih upamanipun

Dalang kalawan wayang

Dalang sastra, wayang ngakal jatinipun

Yekti dingin dalangiro

Amurba splahing ringit.

Tentu lebih dulu si papan

Dalam penyebutan dibanding tulisan

Dan lagi ibaratnya

Antara dalang dengan wayang

Dalam ibarat sastra, dan wayang gending

Tentulah lebih dulu si dalang

Yang memainkan para wayang.


Hubungan antara :

Busur – Anak panahnya

12.

Lir nguni sang Resi Bisma

Duk pinanah dining wara Srikandi

Watgatanira tinundung

Ring panah Sang Arjuna

Gending ngakal ngibarat

Srikandi kang hru

Satra upama kang capa

Sang Parta titising lungit.

Seperti Resi Bisma zaman dahulu

Ketika terkena panah Srikandi

Tentulah tidak akan meleset

Karena itu panah Arjuna

Gending itu ibarat

Srikandi yang memanah

Sastra ibarat busur sang

Arjuna anugrah langit.


Hubungan antara :

Wisnu – Kresna

13.

Kayat Narendra Kresna,

Lawan risang Batara Wisnumurti,

Iku ngibarat satuhu,

Loro-loroning tunggal,

Tunggal cipta sarana sauripipun,

Hyang Wisnu upama sastra,

Sri Kresna upama gending.

Seperti Hikayat Raja Kresna

Dengan Dewa Wisnu Yang Agung

Itu hakikatnya

Dua hal yang satu adanya

Menyatu dalam berbagai halnya

Wisnu ibarat sastra

Kresna ibarat gendingnya.


V. DURMA

4.

Saking dene wit samar

Kahaning hyang

Rempit sulit binudi

Gaib wus tan kena lamun

Kinaya ngapa elok tan kena pinikir

Wenanging gesang ngrejasing nugrohodi

Karena kegaiban persoalannya

Persoalan ketuhanan

Sangat sulit dan rumit dipikirkan

Sangat gaib tak dapat digambarkan pikiran

Keajaiban yang tak mudah dipikirkan

Maha kuasa atas kehidupan, pemberi anugrah agung.


5.

….pangestinireng tokid,

Wenanging gesang

Ngrajasing nugrohodi.

….Keyakinan TAUHID,

Kekuasaan kehidupan

Melimpahkan anugrah agung.


6.

Ana iku margane saka ora

Ora sing ana yekti

Raseng ana ora,

Teteping Dzat wisesa

Amisesa iya iki

Jatining sastra

Tan susun kalih-kalih.

Ada itu berawal dari tiada

Tiada yang ada

Meskipun ketiadaan

Hakikat Dzat Maha Kuasa

Yaitu yang menguasai

Hakikat sastra

Tunggal tiada duanya.


7.

Reh ananing Hyang Suksma

Mot muksma gumlaring bumi

Tinrusing puja pujarjeng widi-ening.

Karena Tuhan yang maha tinggi

Menjadi ruh dunia yang tergelar

Puncak dalam semadi

Puncak dalam kehiningan ilahi.


9.

Mula ngelmi mulet patraping sarengat

Mong arjaning dumadi

Dadya pra manungsa

Tinuduh mrih utama

Utameng cipta pamuji.

Ilmu harus mengikuti aturan syariat

Membawa kesealamatan hidup

Sehingga umat manusia menjadi

Terbinbing menuju keutamaan

Keutamaan dalam beribadah.


13.

Saben dina tan pegat

Raketing suksma

Tan kewran denira mrih

Pangestining cipta.

Setiap hari tak pernah berhenti

Melatih jiwa

Tiada pamrih apa pun selain

Mencari kesempurnaannya.


14.

………..

Pangiketing pamusti

Rajesing sucipto

Trus kayating wisesa.

………….

Daya cipta doa

Konsentrasi pikiran

Menembus daya kehidupan.


15.

Eling-eling kang samya mangudi-nalar

Away kongsi nemahi

Kadrojoging tekad

Lah pada den prayitna

Sayekti ambebayani

Luwih agawat

Watgating trang ing urip.

Perlu diingat oleh orang yang melatih pikiran

Jangan sampai terjadi

Hasrat tanpa kendali

Haruslah itu diperhatikan

Karena sangat berbahaya

Menghancurkan kehidupan.


16.

Lawan aja pada padudojn ing karsa

Iki siriking ngelmi

Yen durung kaduga

Luwung mendel kewala

Anging kasilna kang titi

Marang ngulama

Myang pra sujaning budi.

Dan jangan suka bertengkar pendapat

Itu larangan dalam mencari ilmu

Bila belum mumpuni

Lebih baik menahan diri

Dan belajarlah dengan tekun

Kepada para ulama

Para ahli kesempunaan jiwa.


17.

Ywa dumeh yen wus wasis

Tan dadya nistanya

Minta patweng ulama

Malah tamibeng utami

Yen wus mupakat

Tiga sekawan ngalim

Meskipun telah mengerti

Tidak ada celanya

Meminta fatwa para ulama

Malah akan lebih utama

Bila telah rujuk pendapat

Tiga atau empat orang alim.


18.

Salah siji jatining gending lan sastra

Endi kang ingran inggil

Iku tekadana

Aja was tida-tida

Tanda wus rinilan Widdi

Den trus pracaya

Angsal labuh pra ngalim.

Salah satu hakikat gending dan sastra

Mana yang lebih tinggi derajadnya

Itu harus dipahami

Jangan sampai bingung dan ragu

Menjadi pertanda RIDHA ILAHI

Harus selalu yakin

Mengikuti para alim.


19.

Alime kang niyaga

Wruh gangsa nung swaraneki

Lan aranira sawiji-wiji

Kepandaian sang niyaga (penabuh gamelan)

Yang memahami makna dalam suaranya

Serta nama masing-masingnya.


20.

Nahenta wus purna wahyeng sasmita

Satata den pengeti

Dening kawi-swara

Rinenggeng rumiting gita

Ingesti salami-lami

Sumuluh mangka

Pandam ndoning budyodi.

Setelah sempurna pemahaman dalam kontemplasi

Selalu hati-hati direkam

Oleh sang Kawi-swara

Dirajut dalam rangkaian tembang

Agar dikenang selamanya

Menjadi cahaya penerang

Penuntun jalan berbudi luhur.


Refferensi :

http://id.wikipedia.org/wiki/Sultan_Agung_dari_Mataram

http://alangalangkumitir.wordpress.com

Catatan Lebaran Laras

LIBURAN LEBARAN KU
DI YOGYAKARTA

Oleh : Laras Pangesthi Suci / II D
SD Al Falah Darusalam


Waktu aku perjalanan dari Surabaya ke Yogyakarta, aku berangkat ke Jogja pada pukul 14.00. waktu pukul 19. 00. aku mampir ke rumah makan Ngawi aku disana makan mie rebus aku juga lihat TV berita. Aku sudah selesai makan terus aku main main di situ di sana aku main ayunan aku juga lihat lele . Lele nya sangat besar katanya dimakanin roti tawar terus aku ke mobil berangkat lagi deh lalu aku tidur terus jam 24.00 aku dibangunin ternyata sudah sampai di Jogja.

Foto ibu, Sangkan, bude, laras, tante, kayana
Si Wikan sedang lari-lari 
Foto ibu, Sangkan, bude, laras, tante, kayana Si Wikan sedang lari-lari

Di sana sudah ada bude dan tante. Bude lagi masangin balon buat buka bersama pagi hari nya aku bantuin buat nanti sore buka bersama anak yatim piatu. Aku bikin kardus sama Wikan, Om Yono ngambil pesanan roti, tante gelar karpet, ibu nyapu, bude masak, uti jagain anak nya tante masibayi namanya Kayana, akung jagain Sangkan adik nya aku sama Wikan, bapak di Imogiri. Sampai jam tiga sore aku belum selesai padahal yang lainya sudah selesai semua terus aku dibantuin sama om tante bude akhir nya selesai juga pada pukul 15.30. Terus aku mandi selesai mandi aku melihat 1 orang laki laki ditemani akung, terus aku diajak om Yonno ngambil pesanan sate memang lebaran dulu juga ngundanng. Beberapa menit kemudian aku sudah sampai teman teman sudah pada ngerumpul diruang tamu waktu itu jam sudah menunjukan pukul 05.00 jadi sebentar lagi akan ada suara dug dug…. Dug artinya maghrib. Ustadadzah yang cerita meng hentikan cewritanya karena ustadzah mendegarkan adzan ternyata waktu aku kesana aku tinggal lari ternyata yang adzan adalah akung untung nya makanannya sudah di siap kan jadi tak usah tergesah - gesah sehabis yang dimakan sudah selesai semua akan dibagikan bingkisan kelas SMP adalah peralatan sekolah dan tas kelas PLAYGRUP SAMPAI SD kelas 6 adalah baju muslim.

Malamnya aku lihat latihan takbiran terus aku lihat panah yang buat hiasan takbiran, terus aku lihat yang ikut takbiran latihan takbiran yang bentuknya wayang srikandi. Terus aku pulang jam 19.30, habis itu aku di ruang tengah ngobrol-ngobrol sama ibu. Jam 20.00 aku sama bapak, ibu dan adik pergi ke rumah akung di Imogiri. Aku di sana bilang ke ibu, Bu besok aku mau lihat takbiran di Grojogan, ibu boleh aja. Tapi waktu aku mau ke Grojogan, Om deny gak bisa ditelpon, jadi aku lihat takbiran di Imogiri sama temen-temen.

Aku lihat takbiran di pasar barunya Imogiri di depan sekolahnya Bapak. Terus aku nunggu lama, sambil nunggu aku minum wedang jeruk nipis pake gula batu asli, aku juga pesan mie goreng lethek yang tidak pake bahan pengawet. Aku juga bawa bantal jadi aku juga bisa tiduran sambil nunggu takbiran. Terus takbirannya sudah muncul satu gambarnya masjid kecil. Wikan sama temen-temen sudah lihat itu, aku cuman sama ibu dan bapak. Yang kedua urutannya lama, soalnya orang yang ikut takbiran banyak banget. Gambarnya juga masjid, masjidnya dihiasi lampion. Pesertanya kadang berhenti untuk melakukan tarian. Terus yang ketiga gak usah nunggu lama, gambar yang ketiga adalah gambar burung. Burungnya bagus, jadi aku ikut ikut lihat sama Wikan. Aku di sana mau dijatuhin sama Wikan, terus aku mau jatuh, terus aku bilang sama Wikan : diam to dik jangan nyenggol-nyenggol, terus aku aku bales mau tak jatuhin juga. Terus aku balik lagi ke sana, soalnya wedang jeruknya udah mulai dingin. Terus aku di sana 5 menit. Yang keempat takbirannya, lama juga kayak yang kedua. Gambarnya kupu-kupu, yang ikut membawa lampu yang panjang warna-warni. Habis itu aku manggil Wikan dan temen-temen untuk makan mie. Habis itu aku langsung pulang soalnya ngantuk, jalannya rame jadinya jalannya sempit. Terus aku ketiduran di mobil sama Wikan. Saat pulang, aku lewat di pasar Imogiri yang lama, aku lihat lampu-lampu minyak yang di tata dengan rapi dan sangat luas sekali.

Pada pagi harinya, aku dibangunin bapak jam 04.30, tapi aku sangat ngantuk jadi aku gak bisa dibangunin. Akhirnya aku diputer-puterin dan diraupin bapak, habis itu aku mandi. Aku pake baju lebaran baju baru. Terus aku sama ibu, sholatnya jejer sebarisan, bapak sama akung. Wikan, Sangkan dan mbak yah di luar arena sholat ied. Aku masukin infaq, aku seribu, ibu sepuluh ribu. Selesai sholat ied, ada ceramahnya, aku gak ikut dengerin ceramah, aku pulang sama Wisang, bulik Tiwi makan tempe sama nasi. Setelah selesai ceramah, bapak sama ibu sama akung dateng. Pertamanya aku dikasih uang dua ribu baru jumlahnya tujuh dibagi sama Wikan. Terus habis itu bapak sama keluarga keculai aku makan ketupat. Terus aku disuruh bapak salim – saliman, aku juga dapet uang hasil puasaku dari bapak dan ibu. Aku aku salim-saliman tapi gak lama soalnya aku belum bisa.


Terus aku sama Wikan, Wisang, Sangkan dan keluarga pergi ke makam nya uti. Jalannya tinggi kayak gunung. Aku juga lihat batu bintang. Terus aku nyari mainan dari buah mahoni yang bisa diterbangkan dari atas ke bawah yang bisa muter kayak helikopter. Terus pulangnya, mbak yah sama Sangkan di luar, Wisang tidur dan dibawa ke rumah sama om Widodo. Terus aku bilang : mbak kok gak di dalem ? katanya kuncinya dibawa bapak jadinya kepanasen, beberapa menit kemudian bapak dateng. Terus masuk ke mobil, habis itu aku main-main, habis main-main aku ke Grojogan, sampe di Grojogan udah rame banget.

Aku di sama salim-salim sama akung, uti, bude, tante dan onm Yono. Aku dapet dari bude uangnya delapan ribu, dari tante sepuluh ribu, om Yono lima ribu, akung lima ribunya ada tujuh, uti dua puluh ribu dan dari mbak yah seribu. Habis itu aku nemenin uti sama akung nungguin tamu sampe dua belas. Terus jam 12.30 ada orang tua kayaknya kakaknya akung nyamperin, tapi akung akungnya udah tidur, jadi orangnya pergi. Terus aku sama bude nonton tivi, ada tamu lagi akung nya juga masih tidur. Malemnya aku ke rumah mbah waridi, ke mbah pangkat habis itu ke mbah idris. Dik Sangkan mlayu-mlayu, aku dibuatin es tapi gak boleh sama ibu, akhirnya dipanasin tapi gak enak jadi gak tak minum. Di sana rumahnya besar ada kolam ikannya. Habis itu aku pulang tidur dech.


Jam 09.00 pagi aku ke Imogiri. Aku main sama mas iput sam om zaza. Mas iput kelas 3 SD dan om zaza kelas 1 smp. Aku main bakar-bakaran. Kita semua menggodog pisang. Aku seneng sekali soalnya di surabaya gak bisa main kayak gitu. Jam 12 aku disuruh pulang tapi aku gak mau. Terus ada bakso, temen –temen pada beli terus aku ikut beli. Habis itu semuanya pada sholat dhuhur, terus temen-temen pada main gendang di deket masjid. Aku juga ikut mukul galon pake batu. Pada malem harinya aku sam temen-temen bikin api unggun, sambil bakar pisang. Ternyata pisangnya kelamaan dibakar jadi lembek terus dibuang soalnya gak enak. Habis itu bapak dateng, terus aku difoto. Habis itu semuanya pada ngantuk rencana pada mau tidur di luar. Sebelum aku mau tidur aku main rampok-rampokan barang. Waktu mau bikin rampok dari sarung, ada orang yang lewat. Orang itu bawa cangkul pake sarung, tapi kata mas iput itu petani. Habis itu aku nata tidur di luar terus aku dikasih selimut sama bapak. Jam 12 malem aku gak bisa tidur, terus jam setengah satu aku sudah bisa tidur terus dibopong bapak masuk ke dalam rumah. Terus aku disuruh bangunin bapak jam setengah enam tapi bapak bangun jam enam, mereka yang tidur di luar bangun jam setengah enam, aku jadinya ikut banngun jam setengah enam. Terus aku keluar, aku kok diguyuin sama mas iput. Habis itu aku ke rumahnya mbak yah.

Aku pulang dari rumah mbak yah jam setengah sepuluh soalnya aku juga tidur disana. Jadinya berangkat lagi ke Grojogan jam setengah sebelas. Di situ ada sawalan. Aku gak kebagian motong-motong dech, aku cuman kebagian bungkusin sama nyuci piring. Siangnya aku diajak om deni beli mie ayam, terus sampe di terminal yogyakarta ban nya gembos, aku jadinya jalan kaki.aku muter-muter sama om deni nyari tambal ban, terus ada yang kasih tahu pak becak ada tambal ban di situ. Tapi waktu aku ke sana gak bisa tambal ban karena orang nya pulang, jadinya aku lewat ke jalan besar yang ada jalujrnya tiga aku didorong om deni pake motor. Sampe di sana, om deni telpon bude sampe aku dijemput, waktu di sana aku dijemput sama om Yono. Mie ayamnya ketinggalan, jadinya nganti medok. Waktu dimakan gak enak, tapi aku enak aja.

HARI KE3 banyak orang kerumah ada yang dari jakarta dan ada juga adik nya uti saking ramenya aku sama ibu sampai lupa ngingetin Wikan makan coklat karena Wikan alergi coklat jadi pagi harinya aku sama adikku jalan jalan habis itu Wikan anget aku bilang kepada ibu pasti Wikan makan coklat kemarin dua hari kemudian Wikan sudah sembuh rencananya akan pergi ke taman pintar yogya karta dan akan ke monumen JOGJA KEMBALI tapi Sangkan sakit panas karena ketularan Wikan.jadinya waktu itu aku gak ke mana – mana.

Waktu itu aku cuman sama Bu De, Wikan dan Sangkan sama ibu dan bapak ke Imogiri. Aku tidak ikut ke Imogiri. Setelah bapak berangkat, aku diceritain Bu De waktu Bu De kecil, terus pagi harinya aku sama Bu De pergi menemui temen-temennya Bu De waktu dulu kecil di Galeria Yogyakarta. Terus aku gak betah di situ, akhirnya aku ke Gramedia, aku beli buku yang berjudul Cool Skool dan Princess Noura Keliling Dunia Dongeng. Habis itu aku baca bukunya, tahu-tahu sudah jam 5 sore, padahal berangkatnya jam 2 siang.Terus aku sama Bu De pergi untuk membeli kado buat mantenan besok pagi ke tempat mbak Mung. Ibu sama bapak beli magic jar, tante beli kompor gas, bu de beli blender. Aku juga beli sampul kertas berwarna jumbo. Di situ aku kebelet pipis, aku ditunjukin toiletnya sama bu de. Setelah selesai dari toilet aku nyariin bu de gak ada akhirnya ketemu di kasir nomer 6. Di sana aku disuruh bawain bude blender. Aku nyebrang jalan, aku lari-lari soalnya lampu lalu lintasnya mau hijau, aku bilang sama bu de : udah bawa berat-berat, lari-lari, capek deh.


Paginya aku sama bu de datang ke mantenannya mbak mung, aku di sana cuman dengerin, akhirnya aku ketiduran. Terus aku denger suara keras banget terus aku bangun ternyata sudah waktunya makan. Aku makan bakso, sama air putih sama es krim. Terus waktunya padahal belum selesai, tapi aku sudah pulang soalnya panas cuacanya. Waktu aku buka rumah, di rumah sepi akhirnya aku sama tante ke kamar mainan sama dik kayana sambil nonton tivi.

Foto sunset di parangtritis 
Foto sunset di Parangtritis

Pada hari minggu sore, aku ke pantai parang tritis sama akung, bapak sama Wikan. Ibu tidak ikut karena Sangkan rewel. Aku sampe di pantai sudah sore hampir maghrib. Aku melihat ombak yang sangat besar aku takut, jadinya aku cuman sebentar aja di pantai sambil lihat matahari tenggelam yang disebut sunset.

Foto laras, akung Imogiri dan Wikan di gunung pasir 
Foto Laras, Akung Imogiri dan Wikan di gunung pasir

Akhirnya aku diajak bapak ke gunung pasir yang terluas di Indonesia. Aku merasakan pasirnya halus sekali. Aku disana melihat beberapa orang-orangan sawah yang dua berdiri yang satunya ambruk. Aku di sana sama Wikan lari-lari dan gulung-gulung di gunung pasir. Setelah mau pulang aku melihat jurang dan aku menjatuhkan pasir yang halus ke jurang jadi kelihatan kayak air terjun.

Begitulah cerita lebaranku di Yogyakarta.
Asalamu alaikum

UNTUK SEMUA UMAT AGAMA YANG MERASA DIRI MEREKA YANG PALING BENAR !!

JANGAN BERPRASANGKA BURUK dulu, bahwa aku sedang melecehkan Baginda Junjunganku sendiri. Justru kisah inilah yang membuatku yakin, dia memang Utusan Tuhan. Jika tidak, aku pasti akan menganggapnya manusia biasa saja, yang kebetulan berotak jenius; itu pun tak lebih hebat dari Einstein.

Tapi pesan tulisan ini bukan tentang bagaimana aku percaya kepada Nabi, who cares?, Tetapi bahwa Islam memang mengakui pluralitas, dan tidak pantas bagi seorang muslim, atau siapapun, memvonis orang lain kafir, infidel, domba yang tersesat, apalagi calon penghuni neraka. Neraka dari Hongkong!

Muhammad SAW sedang duduk-duduk di rumahnya, saat Salman Al Farisi, sahabat dekatnya yang bukan dari etnis Arab, dan telah kenyang bongkar pasang agama dan cara memuja Tuhan sebelum akhirnya bertemu Rasulullah dan memeluk Islam, datang mendekat. Lelaki cerdas yang selalu bertanya tentang segala hal dalam pikirannya itu sedang galau. Apalagi kalau bukan dikepung sebuah tanya.

“Assalamu ‘alaikum, yaa Rasulullah”.

“Wa ‘alaikum salam”.

Tak banyak basa-basi, ia langsung bercerita tentang orang-orang non-muslim, yang percaya kepada Tuhan dan melakukan pekerjaan yang baik, (amalan shalihah). Tapi itu tadi, mereka nonmuslim.

“Akan bagaimanakah nasib mereka kelak, ya Rasulullah?”

Rasulullah menjawab, “Mereka akan mati dalam keadaan tidak Islam, kafir, dan mereka akan menjadi penghuni neraka.”

Salman sungguh sedih mendengar jawaban itu. Terbayang di benaknya, bagaimana teduhnya wajah-wajah orang yang percaya dan menyembah Tuhan itu, kepatuhan mereka kepada Tuhan, dan kasih sayangnya kepada sesama. Setelah pamit, dia melangkah. Makin gundah, tapi tak kuasa membantah Utusan Allah.

Di belakangnya, tubuh Rasulullah sedikit bergetar. Jibril, sang malaikat, datang berkelebat, membawa kata-kata milik Sang Kebenaran Sejati. Firman Tuhan yang kemudian tercatat dalam Al-Qur’an, pada Surat Albaqarah (2:62) itu sungguh indah, meneduhkan hati.

“Sesungguhnya orang-orang yang percaya, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabiin*), siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan berbuat baik, mereka akan menerima pahala dari Tuhan. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati.”

Rasulullah memanggil Salman, menyampaikan firman Allah yang baru saja turun itu, dan mengimbuhinya sembari tersenyum lembut, “Ayat itu untuk teman-temanmu”.

Mengapa kisah turunnya (asbabun nuzul) ayat ini kubilang membuat aku percaya Muhammad SAW Utusan Allah? Karena selaku manusia biasa, dia pun ternyata pernah “terjebak” pada cara berpikir yang cenderung eksklusif. Cara berpikir yang, sayangnya, justru banyak dipelihara saudara-saudara kita saat ini, di semua agama dan keyakinan.

Namun begitu datang kata kebenaran sejati dari Tuhan, tanpa harus merasa malu atau enggan, Beliau mencabut sendiri ungkapannya beberapa menit sebelumnya... dan tetap menyampaikan kebenaran sejati dari Sang Khaliq. Sekali lagi, kita tidak akan membahas itu. Tetapi pesan ayat ini jelas, yang paling dilihat Allah adalah dua hal: PERCAYA dan BERBUAT BAIK.

Hal ini ada dijelaskan di puluhan ayat Al-Qur’an, dan tertera pula di Alkitab, Mazmur (37:3). Seperti bersepakat dengan Shakespeare, Tuhan seolah membisikkan dengan penuh kasih sayang dan pengampunan, “What’s a name“. Apalah arti sebuah nama, label, karena Tuhan melihat ke dasar hati.

Seperti Muhammad SAW, Nabi Musa AS pun pernah mendapat teguran karena memvonis orang lain, seorang gembala yang ingin menunjukkan cinta kepada Tuhan dengan cara menyisir rambut dan mencabut uban-Nya, telah salah cara dalam menyembah Tuhan.

“Musa, engkau telah memisahkan hamba-Ku dari Aku. Aku telah anugerahkan kepada setiap manusia cara berdoa masing-masing; Aku telah berikan cara khusus kepada masing-masing untuk menunjukkan cinta. Aku tidak melihat pada ucapan lidah, tetapi Aku melihat ke dalam sanubari dan perasaan terdalam hati manusia. Aku melihat ke dalam hati manusia untuk melihat apakah ada kerendahhatian, walaupun ucapannya tidak menunjukkan demikian. Cukuplah sudah segala macam ungkapan dan metofora! Aku menginginkan hati yang membara dengan api cinta, hati yang membara.”






Penulis : Toga Nainggolan

*) Sebagian ahli tafsir menerjemahkan Shabiin sebagai kaum yang tak punya agama yang jelas, namun percaya kepada Tuhan dan berbuat baik kepada manusia. Semacam agnostik barangkali. [www.blogberita.com]